ANCUR
Analogi Curang
“…dimana-mana pihak yang kalah pasti akan menuding pihak yang menang melakukan kecurangan” – Prof. Mahfud MD
“…dimana-mana pihak yang kalah pasti akan menuding pihak yang menang melakukan kecurangan” – Prof. Mahfud MD
Dalam suatu kompetisi
atau pertandingan pasti ada pihak yang kalah dan juga yang menang. Ini merupakan hasil dari suatu
proses jalannya suatu pertandingan.
Namun jika kita
berbicara berlaku curang, berarti kita
membicarakan PROSES – sengaja kutulis Kapital – jalannya suatu pertandingan. Dan
yang namanya proses tentu kita tidak boleh langsung menentukan hasilnya secara
sepihak karena ada panitia atau penyelenggara yang lebih berhak untuk
memutuskan.
Curang dalam suatu
pertandingan ialah “hal yang wajar” namanya juga kompetisi tentu yang dikejar
ialah “Kemenangan” apapun caranya. Karena disetiap kompetisi pasti selalu ada “peluang”
untuk melakukan kecurangan. Akan tetapi yang perlu digaris bawahi kewajaran dalam
curang tentu ada batas atau skalanya (Pelanggaran ringan atau berat).
Selain
sanksi hukum yang dikenakan, tindak kecurangan itu juga perlu adanya bukti yang mendasar (bukan sekedar menuding/fitnah) agar mempertegas aturan yang berlaku dalam jalannya suatu
pertandingan.
Mengutip Philip Larkin
“Segala Jenis Pertandingan yang pernah ada, pasti pernah dikunjungi prilaku
curang dan tidak jujur”
Agar mempermudah anda memahami,
saya mencoba analogikan Pilpres 2019 dengan Pertandingan Sepak Bola.
Nah.. seperti yang kita
ketahui bersama dalam pertandingan Sepak Bola terdapat Tim Cebong dan Tim Kampret yang berkompetisi di stadion (TPS). Pada penyelenggara ada FIFA (KPU &
Banwaslu) dan Wasit (KPPS) sementara untuk hasil pertandingan ialah skor (Hasil Surat Suara).
Proses jalannya
pertandingan sepak bola ialah proses pemungutan suara pemilu yang dalam
perjalanannya seringkali pemain sepak bola di instruksikan pelatih (tim
kampanye Cebo-K) melakukan manuver-manuver khusus (curang) seperti
diving, handball, intimidasi pemain ataupun wasit, mengulur waktu pertandingan,
manipulasi kontak fisik demi mencari tendangan bebas ataupun penalti dan masih banyak
lainnya (kalau dalam pemilu yaitu DPT, Money Politik, Surat suara tidak
terpakai, terlibatnya ASN, berubahnya perolehan suara saat pleno, dlsb)
Dari semua tindak
kecurangan itulah yang memutuskan pemberian sanksi ialah seorang wasit, berupa teguran
maupun kartu peringatan.
Keabsahan peringatan/sanksi oleh wasit hukumnya mutlak untuk
tiap personil Tim C maupun Tim K, harus “patuh” pada keputusan peringatan sanksi tersebut.
itu semua demi berjalannya suatu pertandingan yang “fair”.
maksud fair ialah keputusan wasit yang terbebas intervensi dari “pihak” tertentu sehingga pada saat akan memberikan
sebuah sanksi ia perlu melihat terlebih dahulu tindak curang dari monitor lapangan seperti video rekaman maupun dari hakim garis
(ket. Saksi TPS).
Andaipun, wasit keliru dalam memberikan suatu keputusan, ada
Panitia FIFA (KPU & Banwaslu) yang akan klarifikasi atau me-revisi
keputusan tersebut.
Jadi, rasanya agak aneh
ketika wasit ataupun panitia belum memutuskan hasil dari proses jalannya pertandingan?
tetapi klaim kemenangan ataupun tudingan kecurangan sistematis sudah dilakukan salah
satu tim yang bertanding.
Intinya, saya tidak
membenarkan ataupun mendukung bahwa tindak berlaku curang ialah hal yang lumrah
ataupun wajar dalam setiap pertandingan hanya saja perlunya persiapan diri pada setiap pertandingan/kompetisi bahwa pasti selalu ada tindak curang didalamnya apapun jenisnya. Sehingga sebelum kita ikut bertanding hal
pertama yang dilakukan ialah kita wajib mempersiapkan diri secara mental, jika diperlakukan
dengan curang oleh lawan tanding ataupun sebaliknya.
Yang kemudian dari situlah kita
bisa belajar untuk menjadi seorang pemenang dengan tidak berlaku curang, tetapi
juga legowo dalam menerima suatu hasil keputusan.
Dan itulah kemenangan sejati.
Seperti kata petuah,
“Jauh dimata, dekat
dihati”
“Pakde angkat trofi,
pakjen pemimpin sejati”
“aahh.. semoga itu
semua bukan mimpi….
Comments
Post a Comment