DEMI



Dear My Friend...

Salam atasmu duhai sahabat setia, Apa engkau sudah Tenang disana? Semoga engkau tengah tersenyum melihat Arrahman Arrahim beserta Alam Syurga yang telah dijanjikan Sang Maha Cinta. Pasti terasa nikmat dan syukur bukan, telah terlepas dari “penjara” dunia yang fana untuk mereka yang tak mengerti bahkan terjebak “cinta” olehnya.

Aku selalu bertanya, bagaimanakah rasanya melihat alam ini dan menjadi salah satu penghuni-Nya. Ya, Alam yang engkau berada sekarang sangat di takutkan kedatangannya bagi orang-orang durhaka kepada Tuhan Yang Maha Esa tetapi sangat di rindukan kedatangannya bagi orang-orang yang berserah diri dan bersabar.

Semoga aku senantiasa berada dalam petunjuk-Nya. Ilahi Robbi fil Al-Kariim.

Engkau tahu, ketika aku mendapatkan kabar tentang kepulanganmu lewat media sosial, hari itu aku mengecam diriku bahwa aku bukanlah sahabat yang baik sekaligus cemburu kepadamu.

Bagaimana mungkin kau mendahului aku? Padahal akulah yang “lebih dulu lahir” (karena tua sudah terlalu mainstream) ketimbang dirimu – Aku juga cemburu kepadamu yang telah lebih dulu “merdeka” dibandingkan diriku.

Bagaimana bisa aku sahabat dekatmu dan kuharap seperti itu, tapi mendengar kabar tentang kepulanganmu hanya lewat media, bahkan aku baru mengetahui beberapa bulan belakangan engkau dalam keadaan kritis dan berjuang melawan sakit yang engkau derita.

Mengapa engkau tak ceritakan itu padaku? Mengapa engkau tak bagikan derita itu padaku? Apakah aku bukan bagian dari sahabatmu? Duhai sahabat yang telah tenang disana..

2012 silam adalah awal mula kita saling mengenal. Pertemuan itu ialah pelantikan anggota salah satu organisasi internal Fisp Depot Seni  di Desa Kali, Pineleng. Kemudian berlanjut pada salah satu organ eksternal Unsrat yaitu Lembaga Pers Mahasiswa, Inovasi.

Aku terdiam mengenang perjalanan kita dulu ketika sama-sama berjuang dan berpetualang yang haus akan ilmu pengetahuan. Melalui diskusi-diskusi ringan membahas segala “isu apa saja” bahkan isu dompet yang sudah terlalu mainstream, seringkali juga bedah buku, bedah film, hingga bedah perut (menu makanan apa kita hari ini?)

Tak terhitung jumlahnya berbagai macam kegiatan yang telah kita lalui bersama. Namun yang membekas dalam ingatan seperti Rakersi (Rapat Kerja Redaksi), Liputan, Wawancara Komunitas Waria Manado, Sosialisasi, Ultah Organisasi, Kegiatan Seni dlsb. Duhai cowok modis, sapaan akrabku terhadapmu.

Aku dulu kurang mengerti akan jalan pikiranmu, mengapa berbagai macam Organ engkau geluti mulai dari yang ekstra maupun intra? Sejauh yang kuketahui, sekitar 5/6 organisasi engkau terlibat didalamnya. Bukan. Bukan karena aku meragukan eksistensi atau idealismu dalam organ-organ itu, melainkan caramu membagikan waktu; antara kuliah, ormawa, proyek kampus, bahkan untuk dirimu sendiri. Akupun kagum bahwa engkau nyaman dengan itu semua.

Barangkali konotasi kenyamananmu-lah memberiku setitik penjelasan atas pertanyaanku. Aku takkan menuntut hal itu, karena bagaimana mungkin aku menuntut yang bukan Hakku? Wahai sahabatku yang telah pulang.

Bagaimana kabarmu hari ini? Semoga engkau telah bersama Waliullah Anbiya War Musalim dan semua hamba Allah yang diberikan kabar gembira. Yaa Da’ilaa Thoriiqillah.

Teringat dulu bagaimana kita mencari dana untuk organisasi, melalui ngamen ataupun jualan kue. Jikalau ngamen bagianmu sebagai pembuka dan penutup salam, sementara bagianku cenderung bernyanyi (meski suara pas2an). Seperti halnya jualan kue door to door tugasmu masih sama, sementara tugasku berdoa untuk kue itu segera laku sehingga aromanya tak semakin menggodaku.

2014 silam, kita dalam proyek survei pilpres oleh Litbag Kompas di daerahmu. Engkau bersedia memberiku tempat tinggal dirumahmu, bahkan keluargamu menjamuku seperti layaknya saudara yang sedang berkunjung. Dari sini aku mulai paham pembentukan pribadimu yang santun, suka menolong, dan sholeh ternyata ada pada keluargamu.

Aah, aroma keluarga penuh cinta, keakraban, kesederhanaan, sekaligus kerinduan bisa mengenalmu. Kisahmu telah menjadi bagian dari orang-orang yang mencintaimu. Dan tak sedikit pula ucapan cinta yang datang untukmu.

Ingatkah engkau sahabat, salah satu keinginanmu yaitu untuk berkunjung di daerahku melihat surga kecil yang jatuh di bumi (Raja Ampat). Aku pikir keinginanmu itu telah terwujud bahkan lebih indah dari kamu yang inginkan. Tempatmu sekarang tiada satu manusia pun yang mampu tuk membayangkan, sekalipun surga-surga di muka bumi ini disatukan.

Aku dulu tak mampu memahami apa itu kematian? Mengapa setiap mendengar kabar kematian bagiku seperti kabar yang menyeramkan. Tapi kemudian aku mulai mengerti kematian sesungguhnya hal yang pasti dan tak bisa untuk kita hindari karena semua makhluk yang pernah hidup pasti akan mati. Barangkali seperti lagunya Peterpan "Tak Ada Yang Abadi"

Teringat nasehat Imam Ali as dan Imam Al-Ghazali.
Imam Ali as, berkata “Sesungguhnya hadiah paling utama seorang mukmin adalah kematian”
Dan bagi Imam Al-Ghazali “Hal yang paling dekat yaitu kematian”

Jadi, mengapa kita berduka (bersedih) sedangkan kematian adalah bagian dari keindahan. Bukankah Alam Syurga ialah tujuan akhir untuk kita semua? Barangkali kita berduka karena kenangan terhadap orang-orang yang ditinggalkan, mungkin juga karena sulitnya memahami arti dari sebuah keikhlasan.

Duhai sahabatku, sesungguhnya tulisan ini bukan karena aku belum mengikhlaskanmu melainkan engkau pernah menjadi bagian perjalanan dari cerita hidupku dan terima kasih atas semua kebaikan yang telah engkau berikan. Semoga kelak kita kan “berjumpa kembali” di perjalanan kedua.

Terakhir, sampaikan shalawatku kepada Baginda Rosulullah SAW bersama Ahlulbait dan Para Sahabatnya. Ceritakanlah pada Baginda bahwa umatnya begitu merindukan kehadirannya, agar kami tak lagi terpecah-belah, tak lagi berderai air mata melihat segala perang antar saudara dan kemanusiaan, agar kami tak lagi mengkafirkan dan menyesatkan.

Ceritakanlah apa yang engkau ketahui, duhai sahabat yang kurindukan...
Al-Fatihah.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

YME - OPA UUD 45

NITRO TIMNAS

API & MASA