NYAI ASEM
Penyakit Yang Takkan Sembuh
Aaah.. Hari ini seperti biasa aku harus mengalami keterjebakan dalam rutinitas dunia mahasiswa semester akhir yang selalu datang menuntutku dengan skripsi, skripsi dan skripshit!
Hanya saja, sesibuk apapun, kau selalu dipikiranku, selalu juga di hatiku.
Hari itu memang sedang terjadi hal yang penting di kampus, teman kelas dan dosen pembimbing mencariku. Aku harus mengakui diriku lumayan dibutuhkan hari itu, tapi itu tidak kemudian membuatku merasa menjadi orang penting bagi mereka, yang aku inginkan hanyalah jadi orang paling penting bagi hidupmu, bagi masa depanmu.
Sampai pernah sekali waktu aku ingin hangout bersama teman-temanku, tuk mencoba mengasingkan tarian-tarian rindu yang menyesakan dada ini. Aku putuskan sebelum ke kampus untuk mampir disalah satu kost temanku Ge’ untuk merencanakan hangout di RKB
Kupikir dengan bertemu dan menyapa salah satu temanku, dengan obrolan ringan mampu tuk sedikit meredakan stressku, dan ternyata itu malah membuat kepingan-kepingan rindu ini kian menusuk .
Akupun chat line denganmu, agar rindu ini tidak kian mencekikku.
Memang agak susah untuk membuatmu banyak bicara dan lebih terbuka padaku apa yang kamu rasakan sekarang disaat kita sedang terjebak oleh waktu. Aku mewajarkan itu, “kan, kita baru merasakan pada fase ini”, batinku.
Topik demi topik obrolan chatting bergulir begitu saja, mungkin kau sudah mulai terbuka denganku. Aku hanya berharap ketika kau mengupload fotoku, kau bisa bangga memiliki diriku yang sesederhana ini. Kau bisa bangga dengan diriku yang jauh dari pria ideal idaman wanita sejagad yang six pack (perutku buncit), rapi (aku jarang mandi), bersih (jenggot dan kumis yang selalu jarang cukur jika bukan kau yang mengingatkan), dan lain-lain.
Aku berharap, kau bisa bangga memiliki diriku, hatiku, bahkan jiwaku. Itu saja.
Detik demi detik bergulir, membulat menjadi menit kemudian jam. Sepertinya aku tak bisa menghindari untuk jauh-jauh darimu, jauh-jauh tak bertemu denganmu.
Aku takut dengan dirimu, sekaligus bahagia dengan ketakutan ini.
Hanya dengan berada disampingmu, mendengar suaramu
ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan konyolku, melirikmu ketika kau tidak
memperhatikan, membuat lelucon agar tertawa lepas bersama-sama, sudah cukup
untuk membuatku melupakan dunia selamanya.
Hanya karena bersamamu, bisa jadi aku kehilangan
diriku selama-lamanya. Aku tidak lagi memikirkan diriku, organisasiku bahkan skripsiku.
Dan kalau inilah yang disebut penyakit, maka aku tidak akan pernah
mau sembuh dari penyakitku ini.
Comments
Post a Comment