KOS NAGA
Komunis & Agama
Satu hal yang menarik bagi saya adalah tak pernah bosan-bosannya mengikuti isu yang selalu saja memproklamirkan bahwa Komunis adalah bagian dari atheis, hingga pengaruhnya terasa di Indonesia sendiri, dimana puncaknya yaitu tragedi-1965 atau yang kita ketahui bersama sebagai G30SPKI.
Satu hal yang menarik bagi saya adalah tak pernah bosan-bosannya mengikuti isu yang selalu saja memproklamirkan bahwa Komunis adalah bagian dari atheis, hingga pengaruhnya terasa di Indonesia sendiri, dimana puncaknya yaitu tragedi-1965 atau yang kita ketahui bersama sebagai G30SPKI.
Saya telah beberapa
kali berdiskusi dengan kawan-kawan saya dengan topik ideologi dunia khususnya
ideologi komunis, sebagian dari mereka ternyata meng-indetikan komunis dengan
atheist.
Begitu pula dalam forum-forum diskusi di organ-ekstra maupun internal sewaktu masih aktif di organisasi
kampus, salah seorang teman pernah melempar statement bahwa komunis dilarang di
Indonesia karena menyebarkan atheisme. Lebih aneh lagi, salah seorang teman
saya pernah mengatakan bahwa orang-orang berpaham komunis menganut Darwinisme.
Suatu kesesatan berpikir menurut saya, karena tentulah beda konteks antara komunis yang merupakan pandangan dunia dalam konteks ekonomi-politik dan perbedaan kelas, berbeda dengan paham atheisme yang merupakan konsep dalam tataran teologis.
Suatu kesesatan berpikir menurut saya, karena tentulah beda konteks antara komunis yang merupakan pandangan dunia dalam konteks ekonomi-politik dan perbedaan kelas, berbeda dengan paham atheisme yang merupakan konsep dalam tataran teologis.
Lucunya lagi ketika
komunis ini dikaitkan dengan Darwinisme yang merupakan pembahasan mengenai
teori evolusi manusia. Berangkat dari keinginan untuk memperbaiki kesalahan
umum dalam masyarakat yang telah terbiasa melakukan sinkronis seperti ini, saya
pun mencoba menguraikan kesesatan berpikir dari identifikasi komunis dan atheis
ini.
Komunis adalah suatu
pandangan dunia yang berusaha untuk menghapuskan sistem perbedaan kelas serta
melakukan perubahan dalam tataran ekonomi yang terkonsentrasi oleh penguasa.
Paham komunis digagas
oleh Karl Marx Filsuf Jerman yang kemudian dikembangkan oleh Lenin di Rusia
sehingga paradigma yang kita dapat secara historis adalah komunisme merupakan
gabungan dari Marxsisme dan Leninisme.
Komunisme bertujuan untuk
menghapus hak kepemilikan secara individual sehingga hak kepemilikan materi
menjadi hak kepemilikan bersama dengan negara sebagai wasitnya. Namun sayangnya
tujuan dari ideologi ini dipandang hanya sebagai ideologi utopia (bersifat angan-angan)
saja.
Bahkan ketika Lenin
berada pada awal kepemimpinannya dia tidak langsung menerapkan ideologi komunis
secara penuh tapi masih menggunakan sistem “kepemilikan modal” dan “buruh”
sebab tidak bisa dipungkiri bahwa transisi pergantian ideologi tidak bisa
terjadi hanya dalam satu hari. Sedangkan Atheist
adalah suatu kepercayaan bahwa Tuhan itu tidak ada. Bila kita definisikan
secara bahasa, kata atheist terbagi atas dua yaitu “a” yang artinya “tidak” dan
“theist” yang artinya adalah “agama”, sehingga atheist dapat dipahami sebagai
tidak beragama.
Berbeda dengan agama bumi
dan agama langit yang menggambarkan kepercayaan mereka dengan hal-hal yang
berbau spiritual dan mistis, atheist merasioanalisasikan kepercayaan mereka
dengan cara-cara yang materialistis (disiplin ilmu dengan rasional).
Misalnya ketika agama
langit berbicara tentang teori penciptaan dalam konteks ketuhanan, maka atheist
berbicara tentang teori penciptaan dari perspektif sains dengan argumen-argumen
Kosmologis mereka. Bahasa trenya “big-bang” atau awal mula penciptaan.
Barangkali akar dari
pendapat umum bahwa komunisme sama halnya dengan atheist adalah berasal dari
statement Karl Marx yang mengatakan bahwa agama adalah candu masyarakat (religion
is opium for the people). Marx mengkritik fenomena realitas sosial
yang direkayasa oleh para tokoh gereja pada zamannya yang seringkali
menggunakan dalih agama untuk melegalkan penindasan dan keterpurukan.
Masyarakat pun di hegemoni
dengan sedemikian rupa sehingga kepasrahan atas perintah agama menjadi pelarian
utama. Tokoh-tokoh gereja pada saat itu memberikan masyarakat pilihan-pilihan
yang ujung-ujungnya hanya akan menguntungkan pihak gereja sendiri yang
mensponsori para pihak imperialisme yang sama-sama bertujuan untuk meredam
kemajuan ilmu pengetahuan, agar supaya masyarakat masih bisa dikendalikan oleh
para tuan tanah. Sebabnya para imperialis menyadari, bahwa untuk mempertahankan
kekuasaan mereka terhadap masyarakat adalah dengan menjadikan agama sebagai alat
untuk membodohkan masyarakat – saat itu.
Karl Marx pun menyimpulkan
bahwa agama telah meng-alienasi masyarakat untuk patuh dan dipaksa buta
terhadap ketertindasan dihadapan mereka.
Ideologi komunis sendiri
berasal dari pemikiran-pemikiran Karl Marx dan Lenin. Sehingga konteks atheist
adalah komunis, telah terbantahkan karena lebih tepatnya akar atheist dalam
konteks ini berasal dari Marxisme bukan komunisme.
Bahkan interpretasi
terhadap relevansi atheist dan Marxisme ini juga masih merupakan salah kaprah
sebab statement Karl Marx adalah menukik realitas sosial yang terjadi pada
zamannya, sehingga argumen tersebut bersifat partikular bukan universal.
Bahkan Karl Marx
sendiri tidak pernah mengatakan bahwa dirinya atheist dan dia mati dalam
keadaan beragama, yaitu agama Yahudi. Saya pikir sampai disini kita sudah mulai
mengarah ke satu arah yaitu frame yang sama.
Pembuktian lain yang
membenarkan bahwa komunis dan atheis adalah hal yang berbeda, bisa dilihat di
Indonesia yaitu adanya sosok Tan Malaka yang merupakan aktor komunis
internasional akan tetapi dia merupakan seorang muslim yang taat dengan latar belakangnya
yaitu lahir dan dibesarkan dalam tradisi Minangkabau dimana corak keislaman
yang begitu kental.
Ada juga Haji Misbach
atau si Haji Merah yang membuktikan bahwa komunis dan atheist merupakan dua hal
yang terpisah secara prinsipil sehingga arah komunisme bisa sejalan dengan
pemahaman dan tujuan agama.
Di India, orang-orang
komunis juga dirangkul bahkan dipimpin oleh seorang muslim. Begitu juga di
Amerika Latin yang ideologi komunis di negara tersebut begitu mempengaruhi
ajaran Kristen sehingga akhirnya lahirlah suatu konsepsi yang disebut teologi
pembebasan.
Pernah juga salah
seorang dosen saya pada mata kuliah Ekonomi Politik Pembangunan pernah
mengatakan bahwa upaya Soekarno untuk menggabungkan agama dan komunis dalam
NASAKOM (Nasionalis, Agamis dan Komunis) adalah tidak mungkin terjadi karena
agama dan komunis tidak akan pernah menyatu. Bahkan seorang dosenpun masih
banyak yang mengalami kesesatan berpikir semacam ini.
Di Indonesia sendiri
bila kita gali akar dari propaganda hebat sejak zaman Orde Baru dalam upaya
memusnahkan Komunis di atas alam raya Indonesia, akan kita dapati bahwa Soeharto
melakukan kudeta creeping coup d’etat (kudeta bertingkat) terhadap
Soekarno.
Soeharto harus berusaha
mematikan kekuatan komunis yang pada waktu itu kekuatannya benar-benar
menggurita.
Sehingga terjadilah
rekayasa sosial yang kita kenal dengan peristiwa G30SPKI dan diikuti dengan
ketetapan MPR tahun 1966 nomor XXV tentang pelarangan ideologi komunisme,
Marxsisme dan Leninisme.
Sayang sekali dalam
benak saya, dosen yang memberikan mata kuliah semester VII tersebut merupakan
korban doktrinisasi era Orde Baru. Teror dan ketakutan yang masih tergiang
didalam mental dia sehingga membuat dia “keliru” dan tidak menguji kebenaran
terlebih dahulu.
Pada zaman yang telah
jauh terlipat mengecil menuju suatu kompleksitas, mengerucut ke satu arah yang
sempit yang entah apapun namanya itu, masyarakat ternyata telah keliru dalam
memahami berbagai hal sebab ganasnya propaganda yang menyatu dalam derasnya
arus globalisasi bukanlah hal yang mudah untuk dibendung.
Masyarakat mulai tidak
dapat menilai mana yang identik dan mana yang bertentangan.
Seperti halnya Liberalis dianggap Zionis, Nasionalis langsung dianggap Fasis, Islam dianggap sebagai Anti-Zionis, Syiah dianggap Kafir, FPI dianggap Penyelamat (Pembela) Islam, Komunis dianggap Atheist dsb.
Seperti halnya Liberalis dianggap Zionis, Nasionalis langsung dianggap Fasis, Islam dianggap sebagai Anti-Zionis, Syiah dianggap Kafir, FPI dianggap Penyelamat (Pembela) Islam, Komunis dianggap Atheist dsb.
Dalam tulisan ini saya
bukan penganut Marxisme atau Leninisme ataupun Komunisme, akan tetapi sebagai
seorang mahasiswa saya berpendirian untuk senantiasa berpegang teguh terhadap
kebenaran, merupakan kewajiban untuk mengklarifikasi kebenaran yang telah terdistorsi
oleh propaganda sejarah.
Sehingga kekeliruan
seperti ini harus diluruskan.
Bukan dengan maksud melakukan
pembelaan terhadap nama Komunisme, akan tetapi untuk meluruskan kekeliruan
berpikir yang telah menggejala secara hebat di alam pikiran masyarakat
Indonesia sejak zaman Orde Baru, Hingga kini…
Sumber :
Ebenstein, William, Isme-Isme yang Mengguncang
Dunia; Komunisme, Fasisme, Kapotalisma, Sosialism. Yogyakarta, Narasi 2006
Wheen, Francis. Marx’s Das Kapital: A Biography.
London: Atlantic Books, 2006
Pilliang, Yasraf A. Dunia Yang Dilipat.
Jakarta: Jalasutra anggota IKAPI, 2004
Sukarno, Sukmawati. “Creeping Coup d’Etat
Mayjen Suharto”.Yogyakarta: Media Pressindo, 2011.
Comments
Post a Comment