SERAH DONASI RAWAN


Sejarah Indonesia
adalah Sejarah Perlawanan


Indonesia menjelma menjadi suatu Negara berdaulat bukanlah pada kejadian-kejadian yang bersifat aksidental (kebetulan). Maksudnya, ada satu semangat yang secara konsisten digelorakan oleh pemuda-pemudi Indonesia pada masa perjuangan kemerdekaan. Dimulai dengan berdirinya kelompok studi Boedi Oetomo (1908), ikrar Sumpah Pemuda (1928), hingga proklamasi kemerdekaan Negara Republik Indonesia (1945), seretan peristiwa pergerakan tersebut membawa suatu semangat yaitu, semangat perlawanan untuk melawan penjajahan atau kolonialisme. 

Bahkan lebih jauh lagi, yang luput dalam catatan sejarah, yaitu perlawanan Pangeran Suryanegara Putra Mahkota Sultan Kanoman IV dengan pasukan Kolonial Belanda selama dua puluh tahun yaitu Perang Kadongdong, Cirebon (1753-1775) – [Gambar diatas] 

Kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka, penjajahan diatas dunia harus dihapuskan” inilah potongan pembukaan UUD 1945 tersebut direalisasikan oleh Soekarno dengan membentuk konfrensi Asia-Afrika (1955). Tujuannya adalah membantu Negara-negara Asia-Afrika yang baru merdeka dan mendukung Negara lainnya yang masih dalam kukungan penjajahan agar turut me-merdeka-kan diri. Artinya, secara terang-terangan Indonesia mengajak Negara-negara lain untuk melawan Kolonialisme, Neo-Kolonialisme, dan Kapitalisme.

Hal ini menjadi bukti bahwa Negara Indonesia memang dirancang untuk menentang segala macam bentuk penindasan, ekploitasi, ketidak-adilan, dan ketergantungan. Jika kita tarik lebih dalam lagi, Indonesia adalah sebuah “Negara Kiri Progregsif” yang siap menjadi episentrum dari Negara-negara lain yang ingin manndiri di bidang ekonomi, politik, dan hokum, lewat ide-ide Kiri yang berlandaskan Marxisme.
Ya, Negara kiri progresif, sejauh kita lihat Indonesia rentang sejarah antara tahun 1908-1965.

Kenyataan saat ini berkata lain, Indonesia abad-21 berubah menjadi Negara Kapitalisme “pinggiran” yang dilanda badai investasi di segala bidang. Mulai dari sektor Energi, Mineral, Teknologi, dan Infrastruktur, semuanya di luncurkan melalui pasar modal untuk memenuhi dahaga para kapitalis, yang haus akan laba.

Lihatlah dokumentasi oleh Jhon Pilger dalam film The New Rules Of World (tersedia di situs video google) menggambarkan Bagaimana kekayaan alam Indonesia dibagi-bagikan bagai rampasan perang oleh perusahaan asing pasca jatuhnya Soekarno. Freeport mendapat emas di Papua Barat, Caltex mendapatkan ladang minyak di Riau, Mobil oil mendapatkan gas di Natura. Serta perusahan lain mendapat hutan tropis.

Mengapa bisa seperti itu? Berawal pertemuan Jenewa, Swiss pada bulan November 1967. saat peralihan kekuasaan ke tangan Soeharto, diselenggarakan pertemuan antara para ekonom Orde Baru dan CEO Korporasi Multinasional diantaranya perusahaan-perusahaan minyak dan bank, General Motors, Imperial Chemical Industries, British Leyland, British American Tabacco, American Express, Siemens, Goodyear, The International Paper Corporation, US Steel, ICI, Leman Brothers, Asian Development Bank, dan Chaese Manhattan. Dari tim ekonomi Indonesia menawarkan; tenaga buruh yang banyak dan murah, cadangan dan sumber daya alam yang melimpah, dan pasar yang besar. Hal ini secara tidak langsung menghadirkan Neo-Kolonialisme.

Pertanyaannya adalah mengapa Indonesia yang punya sejarah perlawanan atas kolonialisme dan segala macam bentuk penindasan ini, berubah seketika menjadi Negara kapitalisme yang tentunya mengahadirkan ketimpangan sosial-ekonomi bagi rakyatnya sendiri? Pada titik inilah “patahan sejarah” terjadi rentang tahun 1965-1966. Moment ketika Soeharto naik menjadi presiden adalah ketika Negara Indonesia kehilangan predikat sebagai “Negara Kiri Progresif”.

Indonesia saat di bawah soekarno terlalu menakutkan bagi Amerika dan sekutunya. Oleh karena itu, strategi dibuat sedemikian rupa untuk menyingkirkan soekarno dan segala macam ajaran, konsep, serta praktik-pratiknya. Orde baru pun lahir dengan sejuta strategi, taktik, dan propaganda untuk mengubah Indonesia.
Bukanlah perkara mudah saat itu Orde Baru melakukan propaganda untuk mengalihkan pandangan rakyat Indonesia dari Orde Lama. Alasannya, karena memang sejarah Indonesia sebelum Orde Baru, sangatlah bertentangan dengan kepentingan Orde Baru itu sendiri.

Berdikari, Trisakti, UUD 1945, Pancasila sampai ke Sosialisme Indonesia adalah gagasan-gagasan Orde Lama yang sudah merasuk dalam pikiran rakyat Indonesia kala itu. Jika gagasan tersebut terlaksanakan dengan baik, maka petaka menghantui para kaum Kapitalisme Amerika dengan Imperialisnya. Orde baru sebagai representasi dari kapitalisme bertugas untuk memberangus gagasan diatas. Dengan kata lain, Orde baru menciptakan propaganda, dibuatlah dongeng tentang kudeta yang akan dilakukan oleh PKI (Partai Komunis Indonesia) maka dengan begitu, kader dan simpatisannya halal untuk dibantai. Lalu isu-isu rasisme menimpa rakyat Indonesia yang beretnis Tiong-Hoa. Hingga masuk ke dalam ranah pendidikan dan kebudayaan. 

Mulai dengan sensor terhadap buku-buku yang berhaluan kiri. Lalu adanya buku pedoman sejarah yang dibuat oleh Orde Baru, yang pada intinya adalah pengaburan tentang fakta sejarah Indonesia (khususnya peristiwa September 1965) superioritas militer dan birokrat juga terus digaungkan karena dianggap sebagai para pahlawan yang mampu menahan kebengisan PKI. Kala itu PKI sebagai representasi dari gerakan kiri, sungguh dikambinghitam-kan saat era Orde Baru dan akhirnya stigma buruk pun tersematkan padanya.

Hal yang paling merugikan sebagai akibat dari propaganda Orde Baru adalah ketika semua orang dipaksa untuk memiliki cara berpikir yang sama. Sebab jika berbeda (kritis) maka orang tersebut akan “dicap” sebagai komunis, subversif, dan pengganggu keamanan publik, sehingga orang itu dibolehkan untuk ditangkap.

Secara tidak langsung, lewat usaha yang sangat keras, Orde Baru bisa mengubah identitas rakyat Indonesia dengan propaganda-propaganda yang dilancarkan. Bahkan hingga era Orde Baru sudah tutup usia. Dampaknya masih terasa hingga saat ini. Bukti paling real dari dampak propaganda Orde Baru yang masih ada hingga dewasa ini adalah kemalasan kaum muda untuk membaca buku-buku sejarah (baca: Sejarah). 

Hal itu juga terjadi beberada minggu lalu saat diskusi dengan salah seorang teman kader Ormas Islam atas fenomena paranoidnya pemerintah terhadap komunis, terlihat dari penangkapan dua aktivis di ternate karena memakai simbol Palu dan Arit hanya karena "dugaan" anggota dan simpatisan Komunis yang dipercaya mencederai Asas NKRI yaitu  Pancasila dan UUD 1945.
Mengejutkan, dengan entengnya menjawab “bagus kalau begitu” tanpa ada dasar yang kuat terhadap fenomena tersebut.

Bukan hal yang mengejutkan pula ada penulis buku “best seller” salah satu penulis yang ku kagumi karya-karyanya. dimana beberapa waktu lalu beliau menyatakan pada akun sosial facebook-nya, bahwa orang-orang kiri tidak pernah memberikan kontribusi sedikit pun untuk kemerdekaan Negara Indonesia (baca: Tere Liye). sontak membuatku sempat sedikit ilfeel bagaimana tidak, salah satu novelis yang kukagumi bisa statement seperti itu, apa mungkin beliau kurang piknik sejarah sosialisme di Indonesia.?

Maafkanlah karena sesungguhnya ia adalah korban dari propaganda yang dibuat oleh Orde Baru. Maafkan juga beliau lebih cocok untuk menulis tentang motivasi ketimbang sejarah perjuangan kelas (khususnya di Indonesia). Sehingga jika ada orang yang memiliki cara yang berbeda, di fitnah sebagai orang yang rusuh dan mengganggu ketertiban umum.

Jadi, saat ini Indonesia memang sudah merdeka tetapi, sejauh kemerdekaan itu secara sistem ekonomi-politik masih terjajah “kembali”. Karena hampir seluruh asset Negara masih dikuasi oleh segelintir pihak asing saja. Sudah saatnya kita membaca buku sejarah kembali. Kita harus pintar memilah dan resapi segala ide dan gagasan yang dicetuskan oleh pahlawan-pahlawan yang turut melawan kolonialisme dan me-merdeka-kan Indonesia tahun 1945. 

Musuh kita sebenarnya adalah bukan Orde Baru (Soeharto). Kita sudah selesai dengan itu. Adalah hal yang sia-sia jika saat ini kita masih terjebak dalam pembahasan yang berkepanjangan tentang propaganda-propaganda Orde Baru. Karena sebenarnya Soeharto dan Orde Barunya hanyalah manifestasi dari suatu sistem yang bernama Kapitalisme dan Imperialisme. Ingat, sejarah Indonesia adalah sejarah perlawanan. Ketika sistem ekonomi-politik tidak diganti maka adalah suatu keniscayaan akan muncul soeharto-soeharti yang lain.

Mungkin inilah alasan saya sudah menerima om jokowi dengan “revolusi mental”nya, tante Susi Pudjiastuti dengan ketegasnya penerapan batas wilayah kemaritiman (Penagkapan ikan oleh kapal asing dan proteksi produk asli Indonesia), Pak Ahok dengan langkah politiknya “Teman-Ahok” untuk pilkada DKI 2017 melalui jalur independent. Ini bukanlah bentuk dukungan terhadap mereka akan tetapi sekat-sekat pemikiran yang baru dan harus ditinjau (memerhatikan) langkah-langkahnya. Karena jika kita tidak bersikap kritis, kita akan melemah, demokrasi akan mudah dicederai,  NKRI dengan mudah bisa terancam.

Comments

Popular posts from this blog

YME - OPA UUD 45

NITRO TIMNAS

API & MASA